PAMIT
By:
Shakuntala
“Apa
yang bisa merubah luka menjadi pualam atau yang bisa merubah airmata menjadi kristal?”
Lembaran
ini semoga akan sampai padamu, meskipun aku tahu itu tidak mungkin. Tapi ketika
bintang jatuh dari ranting langit, maka apapun akan menjadi mungkin, kecuali
cinta kita. Kau tahu, jarak kita bukan jarak ribuan atau jutaan mil, melainkan
jarak yang terpisah oleh waktu. Dan jika waktu adalah kupu-kupu, sudah sangat
lelah sayap ini melang-lang menyusuri setiap detik, menantimu…
Menuliskan
lembaran ini, untuk pertama kalinya aku menyadari bahasa menjadi tidak berguna.
Karena tidak ada kata yang dapat mewakili, menebus atau memberi arti bagi
“maaf”. Oleh karena itulah kenapa kita diajarkan untuk tidak mengumbar kata,
karena begitu sesuatu diikrarkan, kita terikat, dan tidak bisa menariknya
kembali. Kedengarannya memang sederhana, tapi tidak ada laku yang lebih ksatria
dibandingkan menepati kata. Kata memang tidak selalu janji, tapi kata dapat
mengikat hati, dan ketika itulah kata menjadi sesuatu yang harus ditepati.
Pada
awal lembaran ini aku mengungkapkan bahwa kita terpisah oleh waktu. Aku
terkenang pada cerita tentang Amba dan Bhisma. Sebagian orang mungkin hanya
menganggap kisah itu sebagai kisah pewayangan tentang bagaimana kesatria harus
menepati janji (pada Bhisma) dan tentang luka batin yang harus terbalas (pada
Amba). Begini, jika aku boleh menceritakan dengan pemahamanku. Awalnya Bhisma
memboyong Amba dan kedua saudaranya
semata-mata bukan untuk dirinya tapi untuk diserahkan pada adik tirinya. Ketika
kekasih Amba berusaha merebut kembali kekasihnya namun kalah dalam peperangan
dengan Bhisma, ada dua alasan kenapa Bhisma tetap membawa Amba. Pertama karena
Bhisma merasa sebagai pemenang sehingga dia merasa berhak atas tawanan perang,
kedua, karena Bhisma mencintai Amba. Alasan kedua adalah alasan yang sangat
sulit dihindari juga untuk diakui, karena Bhisma telah terikat dengan sumpah
yang tidak mungkin membuatnya bisa mencintai Amba.
Sedangkan
Amba adalah yang tertolak. Ditolak oleh kekasihnya karena Amba telah bersedia
dibawa ketika dalam perebutan, dan ditolak Bhisma yang telah membawanya karena
Bhisma adalah ksatria yang harus menepati sumpahnya pada Dewa. Namun sesungguhnya
Bhisma bukanlah ksatria, karena Bhisma tidak dapat menepati janji hatinya pada
Amba. Hingga Amba harus pergi dan datang kembali pada masa yang berbeda sebagai
Srikandi untuk membalas luka batinnya pada Bhisma.
Pemahamanku
mungkin berbeda dengan pemahamanmu, atau pemahaman siapapun yang pernah membaca
atau mendengar kisah tentang Bhisma. Namun setiap kisah selalu membawa pesan
karena setiap kisah sangat mungkin akan terulang pada waktu, tempat dan pelaku
yang berbeda.
Harusnya
aku tidak perlu menuliskan itu, karena kau lebih memahami segala hal dibanding
aku. Tapi sudahlah…
Kembali
pada kisah Amba atau Srikandi. Sebenarnya apa yang menjadikan alasan Amba untuk
terlahir kembali sebagai Srikandi. Dalang menceritakan reinkarnasi itu karena
luka batin yang harus terbalaskan. Ada benarnya, karena pada akhir kisah, Srikandi
benar-benar membunuh Bhisma. Tetapi pemahamanku berbeda, Srikandi adalah cinta
Amba dan Bhisma. Kalaupun Srikandi pada akhirnya membunuh Bhisma itu adalah
untuk mempertemukan kembali Bhisma dengan Amba. Bertemu pada dunia dan masa
dimana Bhisma tidak lagi harus menjalankan laku ksatria.
Aku
hanya teringat kisah pewayangan itu dan ingin berbagi kisah itu denganmu. Aku
memang bukan Amba, kau juga bukan Bhisma, dan tidak akan ada Srikandi diantar
kita. Kita terpisah waktu tapi disini tidak berlaku reinkarnasi.
Malam
sebelum aku menuliskan lembaran ini aku bermimpi, aku berjalan denganmu
melewati tebing dan pematang. Jalan yang penuh kerikil, batu dan semak
meranggas. Kau bercerita tentang orang-orang disekitar kita, juga tentang kita.
Kau menunjuk jalan pada pematang yang terputus. Kau tahu, pada pandanganku,
pada garis yang memisahkan jalan dan sawah aku tidak melihat kaki langit
disana, atau apapun yang dapat menautkan kita selain keterikatan pada hal-hal
diluar diri kita.
Dan
malam ini, aku menuliskan lembaran ini untuk pamit padamu. Karena aku tidak
bernilai pada dunia yang kau bangun
untuk dirimu sendiri. Memang sedikit terlambat untuk menyadari semua ini, tapi
biarlah. Meskipun aku tidak pernah tahu apa yang akan merubah luka menjadi
pualam, atau merubah airmata menjadi Kristal. Sekali lagi aku pamit, aku pamit
dengan sayang.@
(Gemawiga_Cermin:
Edisi September 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar