Selasa, 03 Maret 2015

Fiksi Maret



Duniaku


Ada seseorang yang boleh jadi hanya menetap dalam hidup kita saja, tidak bisa tinggal  dalam hati kita, dunia selalu penuh dengan misteri yang tidak dijelaskan..


“Aku mau teh dengan jahe, panas”
“Gula?”
Dia hanya mengangguk singkat tanpa ekspresi apapun. Piyu, dia Istriku. Setidaknya itu yang aku katakan padanya sejak 2 tahun ini. Kami tinggal bersama di apartemen yang Dia sewa. Aku membayar semua tagihan rekening dan kami berbagi dalam urusan makan. Setiap pagi dan malam Aku yang menyiapkan segala sesuatu yang akan menjadi menu hidangan makan kami, kecuali ketika Dia menginginkan makan diluar. Piyu, istriku, penggemar nasi goreng trasi tanpa saus dan kecap. Aku selalu menambahkan irisan cabe hijau dan tomat meskipun tidak pernah tersentuh dan Aku selalu menemukan irisan tersebut di piring sisa makannya. 
Piyu, istriku, penggemar kopi hitam, seperti juga Aku. Setiap pagi Aku selalu menyeduhkan kopi untuknya dan kami menikmati di ruang tengah atau teras berdua. Dia suka sekali kopi buatanku, tapi Aku tidak. Piyu tidak pernah bisa pas pada takarn gula dan kopinya. Ukuran cangkir yang sama tapi tidak dengan perbandingan takarannya. Terkadang gulanya sangat dominan, namun terkadang juga lebih mirip air putih yang terkontaminasi kopi hitam, encer.
“Yakin tidak ingin kopi?”
Dia hanya mengeleng singkat. Sekali lagi tanpa ekspresi apapun. Piyu, istriku. Dia karyawan pada perusahaan entertainment besar di kota ini. Dia sangat cerdas dan energik. Bulan pertama dia menjadi karyawan gajinya sudah hampir tiga kali lipat melebihi gajiku.  Meskipun dia tidak pernah mengganggap itu sesuatu yang penting, tapi aku selalu merasa dia luar biasa sekali. Setiap pagi, sore dan malam dia tidak pernah kehabisan cerita tentang pernak-pernik di entertainment. Aku selalu menjadi pendengar yang menyenangkan buat Dia dan memang cerita-cerita itu menjadi sesuatu yang kurindu ketika beberapa hari dia harus di luar kota. Aku merindukan ceritanya juga bibirnya.
Aku seorang penari. Aku menari pada setiap pementasan yang disana tari menjadi sesuatu yang bisa dinikmati penontonnya. Terkadang aku memerankan sebagai seorang laki-laki gagah perkasa, yang selalu menjadi pelindung wanita, selalu siap bertempur membela kebenaran dengan panah ataupun pedang terhunus. Aku mengenakan topeng ketika memerankan tokoh itu. Terkadang aku juga berperan sebagai tokoh seorang wanita, yang lemah lembut dan siap dilindungi. Aku akan berputar-putar diatas jari-jari kakiku, karen aku selalu berharap dunia akan berputar dengan kencang hingga akan berubahlah seluruh kodrat kehidupan, pada duniaku.
Sore ini, Istriku terlihat cantik dengan baju blues warna oranye. Ditambah pantulan sinar matahari sore yang meluncur menembus kaca balkon, pantulannya yang berbaur dengan warna oranye bluesnya menerpa wajahnya yang tirus. Piyu, istriku, meskipun kami tidak pernah terikat pada ritual pernikahan.
“Kita sudah sepakat, besok aku pulang ke rumah ibuku”
Aku meletakkan teh jahe yang dia pesan di meja. Aku mendengar kata-katanya tapi aku sama sekali tidak melihat ekspresi wajahnya.  
“Aku tahu itu”
Aku memahami Piyu. Dia seperti selendang koyak dibalik pembawaannya yang seperti bola karet. Ibunya abusive terhadapnya. Orang-orang disekitarnya mengganggap dia lemah. Mereka salah. Tanpa mereka Piyu adalah orang yang kuat. Disela cerita-cerita Piyu tentang dunia Entertainment yang membuatnya seperti bintang Dia  juga bercerita tentang dunianya yang sembab. Aku merasakan diriku bagai dinding ketika itu, yang tidak akan roboh untuk kelinci mungil seperti dia.
“Mengertilah.”
Tidak mudah menyuntikkan kata “mengertilah” pada tubuh yang telah meyerahkan segenap jiwa kepadanya. Dalam diamku, Aku adalah perengkuh cinta yang Aku tidak akan mampu melepaskannya. Tapi Aku menerima.
“Izinkan aku menangis. Aku bukan orang yang kuat seperti yang kamu bayangkan selama ini. Aku hancur kehilanganmu..”
“Kamu salah.. kamu orang yang sangat kuat, yang membuatku mampu menjalani hari. Aku lebih sakit darimu. Aku akan menikah dengannya, tapi kamu adalah suamiku sepanjang hidupku..”
***
Piyu, dia terlihat cantik di hari pernikahannya. Terlihat sangat anggun dengan gaun warna krem yang dipadu dengan brokat yang sangat elegan. Piyu, Dia istriku. Sekarang Dia bersanding dengan laki-laki pilihan ibunya.  Laki-laki itu kini menjadi bagian dari kehidupan Piyu. Tapi laki-laki itu tidak pernah menetap dihati Piyu. Aku tidak akan bisa melupakan setiap sore yang hangat yang kami lewati bersama dan memberiku sepotong mimpi indah.  Kami sepakat akan tetap menjadi pasangan suami istri dalam dunia kecil kami. Piyu, istriku, Dia akan sesakali mengunjungiku, lalu kami akan merasakan cinta kami kembali.
Piyu, istriku. Dia cantik sekali di hari pernikahannya. Aku memandanginya dari kejauhan. Sama seperti dirinya, aku juga mengenakan gaun brokat yang simple berlengan stali dengan sebuah corsage di dada. Warna gaunku lavender. Warna duka yang bertopeng romantisme.
@gemawiga.maret 2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar