Ranggin Kanan
#Pelangi,
ketika kamu merasa yakin telah bisa melupakan orang yang kamu cintai, namun
ternyata kamu mendapati dirimu masih peduli padanya, maka itu adalah cinta yang
sebenarnya.#
Sepotong sore yang sempurna.
Busur panah berwarna-warni
membentang indah di langit, tapi mendung di hatimu. Desau angin menyapu waktu
yang dijeda oleh diam.
“Aku harus pergi....” kataku
“...”
Engkau menatap kejauhan,
melihat pemandangan yang menggigilkan. Tempat ini sungguh elok, seperti Negeri
di Taman Surga. Bentangan hijau dengan takaran yang tidak sama tersaput dengan
putih awan dan warna biru terang disela-selanya. Garis-garis lurus yang
menghantar sinar matahari, terasa hangat menyentuh kulit, beradu dengan dingin
yang menyusup ke pori-pori. Berada pada keindahan alam yang memesona terkadang
membuat hati tidak lagi peduli dengan perpindahan hari.
“Kelak, ditempat ini kita akan
bertemu lagi, dengan cinta yang sebenarnya” kataku
“...”
Danau membentang dibawah,
menjadi cermin bagi bentang langit, sungguh menakjubkan. Seolah mencairkan
tumpukan salju di puncak gunung. Lalu, airnya mengalir ke sungai yang berkelok
keperakan jauh di bawah.
“Hey, lihat itu...” telunjukku mengarah pada
pelangi.
Tatapanmu mengikuti arah
telunjukku, menghampiri langit yang kini ditempeli oleh tumpukan garis
melengkung warna-warni. Rambutmu menari oleh angin yang seolah ingin
mencandamu.
“Aku akan selalu ada setiap
kali kau melihat Ranggin kanan..”
Hening diisi suara angin yang
mendesing.
“Harus apa lagi yang aku katakan
pada hatimu, untuk membuat hatimu bisa mengerti dan menerima. Aku mencintaimu.
Cinta yang bener-benar ada, sampai nafas terakhir.”
Tatapanmu tak lagi menghiraukan
pelangi. Akupun tidak begitu yakin apa telingamu masih bisa mendengar setiap
kata-kataku. Angin sejuk menyapu wajah, menyusupkan kesejukan ke dalam hati.
Entahlah denganmu.
“Sekarang, dengarkan aku...”
Sepenggal
waktu di antara 17-19 tahun yang lalu. Di rumah yang beratap rendah dan bertembok
tanah liat. Rumah yang berbentuk kubus dengan halaman yang sangat luas itu. Aku
masih baru bisa memanjat pohon kelapa waktu kamu lahir dari rahim mamak,
seseorang yang selama ini telah mengasuhku. Nyaring tangismu, dan aku terpukau
pada mungil jari kakimu. Entah kenapa aku suka sekali dengan jari kakimu. Ketika
aku letih sepulang mengumpulkan kayu bakar, rotan atau buah-buahan di hutan,
atau ketika tangismu membangunkan tidurku, aku akan memegang kaki mungilmu, dan
itu akan membuatku tersenyum.
Ketika
kamu baru bisa berjalan, kakimu mulai nakal. Kau ingin menyentuh setiap bunga mimosa
yang kau jumpa di halaman belakang rumah, untuk membuat daunnya menguncup
tertidur, hingga tanpa sadar kau telah
berjalan jauh masuk kedalam hutan. Kamu tahu Pelangiku, aku berlari disepanjang
sungai, menghawatirkan tubuh mungilmu yang terbayang hanyut terbawa arus. Lalu
dengan jantung yang terus berdegup kencang aku berlari menyusuri hutan. Sungguh
aku tak akan memafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu yang buruk padamu.
Mamak
sudah tidak bisa lagi menopang tubuhnya oleh karena kesedihan yang mendera.
Menjelang matahari terbenam, kaki kecilmu mengantar kamu kembali ke rumah,
setengah berlari kau tersenyum dan menghambur kepelukanku. Kau pasti tidak
ingat itu, tapi aku, sampai kapanpun tidak akan pernah bisa melupakan senyum
lugu, mata pelangimu dan pelukanmu itu.
Seolah kau ingin mengatakan, “aku tidak ingin jauh darimu”. Dan saat itu, entah
karena kaki mungilmu, senyummu, mata pelangimu, atau pelukanmu, hatiku ingin untuk selalu bisa melindungimu, Pelangi.
Semoga nafasku tidak akan mengingkarinya.
....
Tatapan matamu tajam menembus
kedalaman hati, sungguh kau ingin tahu kebenaran ucapanku. Ada segaris senyuman
yang tak hendak kau tampakkan, andai saja kau tahu, bahwa gemuruh dadaku telah melebihi meledakkan gunung.
Hingga
detik ini, aku masih menunaikan janji itu. Aku melihatmu bertumbuh, cantik nian
dan semakin dewasa. Lalu, siapa yang bisa menghalangi ketika ada rasa cinta
yang menghinggapi hati. Rasa cinta yang selalu menggangu tidurku karena mata
pelangimu selalu hadir dalam mimpiku. Awalnya, aku menduga akan butuh waktu
yang lama untuk yakin, mencintai perempuan berwajah seindah permata adalah
sebuah kekonyolan. Cinta hanya bagian dari musim, setelahnya siapapun tahu,
rasa itu kelak akan membuatnya malu. Kenyataannya, cinta itu bertahan entah
sudah berapa kali putaran musim, belum juga mati ataupun berakhir. Benar
adanya, jika cinta itu tumbuh bersama waktu. Mungkin aku yang salah, karena
terlalu pelan kesadaran itu datang, dan ketika mata hati terbuka rasa itu sudah
menjadi gumpalan.
Aku
paham, tanpa harus mendustai hatimu, Kau pun menyimpan rasa cinta yang sama.
Tidak mudah memang, jika harus menghindari rasa yang tidak biasa ini. Tapi
hatiku sungguh tersayat ketika kulihat mata pelangimu menangis, mungkin untuk
meredam kepongahan cinta, mungkin untuk penyesalan karena kesalahan cinta, atau
mungkin karena ketidakberdayaan untuk merubah menjadi cinta yang sebenarnya.
Rasakan
saja apa yang harus kamu rasakan. Sesakit apapun itu, ketika kamu merasakannya
dengan cinta, maka akan terasa indah. Lupakan saja kalau memang harus
dilupakan, karena tidak semua keinginan dan harapan akan nyata. Terkadang cinta
harus mengalah pada takdir. Bertaruhlah dengan hatimu, siapa yang akan menang.
Pelangi,
karena itu aku harus pergi, semoga jeda waktu tanpa mata pelangimu akan bisa
menjelaskan cinta yang sebenarnya. Manusia terlahir dengan cinta, aku percaya
cinta yang sebenarnya tidak akan salah ataupun pergi. Berdoa saja, semoga jika
yang ada diantara kita adalah cinta yang sebenarnya, cinta itu akan terus
bertumbuh, dan jika bukan, biarkan saja serat demi serat cinta itu tercerabut
dan luruh.
....
Kamu menunduk, tidak terlalu
terbaca apa mau hatimu..
Jaga
mamak baik-baik, tak terkira besarnya kasih sayang mamak selama ini, balas kasih
yang seharusnya aku berikan untuk mamak diusia senjanya, tapi aku justru
meninggalkannya. Namun aku yakin, mamak pasti mengerti alasanku.
Jaga
dirimu juga, jangan biarkan mata pelangimu melelehkan air mata karena itu akan
membuat salju yang menutup gunung mencair. Jaga hatimu, untuk tidak berburuk
sangka atas apapun takdir Tuhan kelak.
Pelangi, ketika kamu merasa
yakin telah bisa melupakan orang yang kamu cintai, namun ternyata kamu mendapati
dirimu masih peduli padanya, maka itu adalah bukti cinta yang sebenarnya.
Sekarang, senyummu sudah
benar-benar pudar, mata pelangimu terlihat mengembun, ada kesedihan dalam
bahasa tubuhmu. Tak ada kata-kata, tak ada anggukan. Sedangkan, dikejauhan
warna emas oleh cahaya sore adalah tujuan tanpa batas.
Sepotong sore yang hampir
lewat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar